JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Peliputan Pers di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat batal disahkan dalam sidang paripurna di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa ( 5/2/2013 ). Para anggota DPR menyoroti beberapa substansi peraturan yang disusun Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR dan Sekretariat Jenderal DPR itu.
Kritikan berdatangan dari anggota DPR, seusai peraturan tersebut dilaporkan dalam sidang paripurna. Anggota Fraksi PKS DPR, Indra, mempermasalahkan pasal 12 yang berbunyi 'Wartawan dapat memperoleh hasil rapat yang disampaikan oleh ketua rapat'.
Indra menganggap substansi itu melarang anggota selain ketua rapat menyampaikan berbagai hal mengenai rapat. Menurut dia, tidak mungkin wartawan hanya mendapat penjelasan dari ketua rapat.
Indra juga mempermasalahkan pasal 4 yang menyatakan 'Wartawan yang berhak melakukan kegiatan peliputan kegiatan DPR wajib mempunyai kartu peliputan DPR yang dikeluarkan oleh Bagian Pemberitaan Setjen DPR.'
Menurut Indra, ketentuan pasal 4 ini sulit dijalankan. Kegiatan DPR, ujar dia, tidak hanya di Gedung DPR, namun juga melakukan kunjungan ke daerah. Dengan demikian, tidak mungkin wartawan daerah yang tidak mempunyai kartu Peliputan DPR dilarang untuk meliput kegiatan DPR.
"Ini sama saja menyiapkan aturan yang tidak akan dijalankan. Jangan ada pengekangan. DPR butuh pers dan pers butuh berita. Kita sama-sama membutuhkan. Jadi peraturan ini perlu ada sedikit perbaikan," ucap Indra.
Akbar Faizal anggota Fraksi Partai Hanura menilai subtansi Peraturan Peliputan banyak yang menunjukkan bahwa DPR 'alergi' terhadap pers. Tapi dia menyarankan Setjen DPR mengatur agar orang-orang yang mengaku wartawan tidak bisa berkeliaran di komplek DPR. "Kami sering terganggu kedatangan orang yang mengaku wartawan. Bikin situs lalu mengaku wartawan. Baru dua hari pegang kartu pers lalu mengaku wartawan DPR," kata Akbar.
Rahadi Zakaria dari Fraksi PDI Perjuangan mempertanyakan adanya sanksi dari Setjen DPR terhadap wartawan yang melanggar aturan. Menurut dia, wartawan hanya bisa diberikan sanksi oleh perusahaan tempat dia bekerja, bukan oleh Setjen DPR.
BURT dalam penjelasannya menyebut Peraturan Peliputan itu tidak dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak pers di dalam mencari berita dan informasi di lingkungan DPR. Peraturan itu disebut berdasarkan pandangan berbagai pihak seperti Persatuan Wartawan Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen, Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia.
Dimyati Natakusuma anggota dari Fraksi PPP mengatakan, lantaran Peraturan Peliputan tidak mendesak, sebaiknya diperbaiki terlebih dulu lalu diajukan dalam sidang paripurna berikutnya.
Akhirnya, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang memimpin rapat mengusulkan agar pengesahan Peraturan Peliputan ditunda untuk diperbaiki.
"Jangan membatasi. Kita pastikan mereka tetap independen walau kadang 'pentungin' DPR, kadang memuji. Jangan ada pembatasan karena kita membutuhkan mereka," kata Priyo. Akhirnya, para politisi setuju pengesahan Peraturan Peliputan tersebut ditunda untuk diperbaiki.
Editor :
Palupi Annisa Auliani
Anda sedang membaca artikel tentang
Aha, Aturan Peliputan DPR Batal Disahkan
Dengan url
http://efficacycupofcoffee.blogspot.com/2013/02/aha-aturan-peliputan-dpr-batal-disahkan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Aha, Aturan Peliputan DPR Batal Disahkan
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Aha, Aturan Peliputan DPR Batal Disahkan
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar